Kamis, 02 Juli 2009

PNS vs PMS

PNS menjadi PMS
Untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia suatu negara bisa kita melihatnya dari kualitas pendidikan negara tersebut. Untuk mengetahui masa depan dari sebuah negara kita dapat melihatnya dari pemimpinnya. Untuk mengetahui watak penduduk sebuah negara itupun dapat dilihat dari para pelayan masyarakatnya atau pegawai negerinya alias aparatur negaranya. Pada sebuah acara debat capres beberapa waktu lalu telah disinggung mengenai menggelembungnya jumlah aparatur negara di negara ini sehingga diperlukannya sebuah penyesuaian yang dapat mengurangi pengeluaran APBN.
Suatu saat pernah saya membaca terjemahan Pegawai Negeri Sipil dari sebuah kamus bahasa dan di situ tertulis Public Servant yang secara awam dapat diartikan menjadi Pelayan Publik. Terminologi tersebut diambil dari sebuah bahasa yang berasal dari negara maju dan itu menandakan bahwa di negara maju PNS memang benar-benar di sediakan untuk melayani publik atau masyarakat. Pendapatan mereka pun telah di tentukan oleh negara jadi apabila kekayaan mereka berlebihan berarti mereka....
Dinegara ini menjadi pegawai negeri adalah impian setiap orang karena adanya embel-embel tunjangan dan jaminan pensiun. Sehingga banyak orang yang dengan segala cara berupaya untuk menjadi PNS atau Pelayan Masyarakat meskipun harus mengeluarkan uang hingga Rp. 40 juta hanya demi jaminan di masa depan. Kalau sudah seperti itu maka akan sama halnya dengan berdagang untuk mendapat untung harus mengeluarkan modal. Bila modalnya besar maka keuntungannya pun harus besar jika perlu berlipat. Lantas dimana letak pelayanan terhadap masyarakat bila para pegawai negeri yang terhormat kita berlomba-lomba mencari balik modal serta keuntungan.
Saya memiliki dua orang Uwak yang kita sebut saja Uwak A dan Uwak B. Uwak A dulunya adalah seorang pegawai negeri beliau bekerja disebuah Bank milik BUMN. Dulu ia jaya, ia dapat menghidupi istrinya serta ketiga anaknya dengan sangat baik. Tetapi setelah pensiun ia tidak punya apa-apa bahkan anaknya yang terakhir pun hampir tak bisa menyelesaikan SMA. Lain lagi dengan Uwak B, awalnya ia bekerja pada sebuah perusahaan kontruksi milik BUMN tetapi kemudian ia keluar dan memilih menjadi kontraktor profesional. Tapi ia dapat hidup dengan sangat mapan beserta seorang istri dan keempat putrinya. Seluruhnya dapat menyelesaikan pendidikan SMA bahkan berlanjut hingga ke tingkat universitas swasta yang terkemuka di Jakarta. Nah sepertinya saya lebih memilih Uwak B dech...
Namun sayangnya masyarakat kita masih memiliki pola berpikir yang salah seakan-akan untuk menjadi kaya, ya.. harus jadi pegawai negeri padahal negeri kita kan miskin uang meskipun memang kaya alamnya serta melimpah hutangnya. Akhirnya mereka akan melakukan segala cara demi mendapatkan seragam coklat-coklat, ijo-ijo, dan batik. Dan lebih akhirnya lagi, bila mereka terpilih menjadi PNS maka mereka akan melakukan segala cara untuk mendapatkan balik modal dan keuntungan. Dan ini sudah menjadi RAHASIA UMUM loch...
Sehingga menurut hemat saya demi terciptanya aparat negara yang benar-benar menjaga amanah maka akan lebih baik mengganti label PNS (Pegawai Negeri Sipil) menjadi PMS (Pegawai Masyarakat Sipil/Pelayan Masyarakat Sipil). Mengapa? Agar para aparat paham betul tugas dan tanggung jawab mereka bahwa mereka digaji oleh orang-orang miskin dan untuk melayani orang-orang miskin. Mudah-mudahan dengan penggantian label tersebut akan menghasilkan aparat-aparat yang berkualitas, professional, berdedikasi, dan bertanggung jawab. Amin.
(Cikarang, June 25, 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Kasih Masukan