Senin, 27 Juli 2009

Batavian Dictionary

Kamus Bahasa Betawi
Satu hal yang menarik dari bahasa yang satu ini. Setelah sekian lama bertahan di ibukota akhirnya banyak penduduk yang berbahasa ini harus terdegradasi ke daerah pinggiran kota. Meskipun demikian bahasa tersebut masih digunakan oleh para penutur setianya, karena banyak penuturnya mengungsi ke daerah wilayah berbahasa Sunda sehingga terjadilah percampuran kedua bahasa tersebut. Bahkan penutur bahasa Sunda pun akhirnya turut serta menggunakan bahasa tersebut. Sebagaimana kasus yang terjadi di daerah Sukatani, Bekasi.
Bahasa yang di gunakan oleh penduduk asli ibukota tersebut adalah bahasa Betawi. Bahasa betawi bukanlah bahasa asli tanah Jakarta yang awalnya bernama Sunda Kelapa. Sebagaiman di jelaskan oleh Ridwan Saidi (1996:2) Jakarta atau Sunda Kelapa telah dihuni sejak masa Tarumanegara terbukti dengan ditemukannya Prasasti Tugu yang berasal dari abad ke-5 di Kramat Tunggak. Prasasti tersebut menceritakan tentang kenduri besar dengan menyembelih 1000 ekor kerbau karena sebuah bendungan berhasil dibuat. Singkatnya, sebelum Kerajaan Sunda mendirikan pelabuhan Sunda Kelapa pada abad ke-12, di Kalapa sudah ada penduduk asli. Pada masa Keraton Jayakarta, warga Keraton berbicara bahasa Sunda kepada seluruh penghuni keraton dan berbahasa Indonesia (melayu) kepada orang luar keraton. Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa Betawi merupakan percampuran antara bahasa Sunda dan Melayu-Polinesia. Dikemukakan oleh pakar Linguistik Melayu Prof. Dr. Nathofer dari Universitas Frankfurt yang mengatakan bahwa dialek melayu yang di pakai masyarakat Jakarta, Bangka, Palembang, Pontianak, dan beberapa daerah lainnya berasal dari bahasa Melayu Polinesia.
Hasil Studi Masyarakat Jakarta yang Kali Besar Sentris adalah setelah Pieterszon Coen 1619 berhasil menaklukkan Jayakarta, seluruh penduduk diusir, lantas budak-budak didatangkan, dan budak inilah yang kemudian menjadi cikal bakal orang Betawi, dan kata “Betawi” merupakan transliterasi Arab dari Batavia. Konon, orang Jakarta itu “suku” yang masih muda. Sulit dibayangkan Jakarta yang dulu bernama Batavia dan sempat berubah nama menjadi Wetevreden kini menjadi daerah yang padat dan di huni oleh kurang lebih 12 Juta jiwa padahal di abad ke 19 daerah ini adalah daerah yang hijau dengan areal persawahannya yang luas serta hanya dihuni oleh sekitar 47.000-200.000 jiwa. Nampaknya perkembangan jaman telah memaksa Jakarta menjadi subur oleh pendatang –pendatang opportunis yang berharap meraih kesuksesan di kota ini. Pembangunan besar-besaran membuat rakyat Betawi yang merupakan native di kota Jakarta selama hampir 2 abad harus tersingkir ke daerah pinggiran sehingga kini terdapat istilah Orang Betawi Pinggiran. Namun banyak juga rakyat Betawi yang mampu bertahan di Jakarta terutama mereka yang telah mengenyam pendidikan.
Harkat oarng Betawi mulai mencuat pada saat Alm. H. Benyamin Sueb berhasil mengangkat nama kaum Betawi melaui karya-karya seninya. Besarnya jasa Bang Ben dalam memperkenalkan, melestarikan, dan mengembangkan budaya Betawi tidak dapat terlupakan sehingga ia pantas di anugerahi sebagai salah satu Tokoh Betawi yang paling berpengaruh. Kini di era Gubernur Fauzi Bowo sebagai penerus pemerintahan Mantan Gubernur Sutioso kembali mengangkat budaya yang hampir tersingkirkan dengan meluncurkan Kamu Bahasa Betawi. Peluncuran Kamus Bahasa tersebut memang di rasakan perlu oleh karena banyaknya generasi Betawi muda yang hampir lupa dengan bahasa mereka sendiri. Budaya kebarat-baratan sedikit demi sedikit mengikis budaya Betawi dari diri mereka. Akan tetapi diharapkan peluncuran Kamus tersebut tidak mempersempit Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, karena tidak tertutup kemungkunan langkah Pemprov DKI tersebut di ikuti oleh Pemprov lainnya sehingga mempersulit posisi Bahasa Pemersatu (Indonesia) yang belum terlalu berkembang bila dibandingkan dengan beberapa bahasa lain.

(Cikarang, July 25, 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Kasih Masukan