Senin, 20 Juli 2009

For Father

Satu daun gugur di saat musim kemarau yang membuat hati menjadi bertambah gersang tanpa lindungannya . ia dulu senantiasa menghembuskan semilir angin yang menggoda hati untuk terus maju menatap hari yang penuh mimpi. Mimpi-mimpi yang dulu terlantar tak terhiraukan lagi. Terlantar dan nyaris hancur oleh kerasnya kehidupan yang tak kenal lelah merajam dan mengerogoti tiap senti persendian. Nyaris lumpuh tak terperikan. Terkapar tanpa belas kasihan. Kasih dan sayangnya takkan memudar oleh zaman yang terus menerus menempa keteguhan hati. Keteguhan hati yang juga luruh oleh air waktu. Waktu yang telah menenggelamkan harapan-harapan jiwa yang penuh dengan rencana. Rencana yang dibuat dengan kesungguhan hati. Kasungguhan hati yang sepertinya tiada berarti lagi. Arti adalah yang dicari. Dengan keringat, tangis, dan darah untuk mencari arti dalam pergulatan dunia. Dunia yang penuh dengan kepalsuan membutakan. Kepalsuan yang diciptakan hanya demi sekeping kedamaian. Kedamaian yang menipu diri sendiri. Diri sendiri yang kaku oleh mitos dan sangkaan.
Tapi ia masih ada. Ia titipkan harapan. Harapan di masa depan. Dengan senyumnya kaki melangkah. Dengan ketegasannya tangan mengayun. Dengan hening suaranya,… terus maju.
In Memoriam (for you… Father….(Alm.) Prayudhi, SE …1962-July 18, 2009 )
(Jakarta, July 19, 2009)

1 komentar:

  1. hope he lives in peace now...
    dalam setiap peluh yang mengalir didahinya, ada berjuta harapan untuk hari esok yang lebih baik bagi kebanggaannya...
    dalam setiap gerak langkahnya hanya kebahagiaan ksatrianyalah yang ia harapkan...
    walau kadang asanya tak dapat difahami,
    tetap...senyumanmulah yang selalu ia harap
    wahai ksatria kebanggaan ayah...

    BalasHapus

Silahkan Kasih Masukan