Minggu, 31 Mei 2009

Si Bejooo

A Story
Si Bejooo
“Bejoo...” teriak uwakku dari ruang keluarga. Seorang wanita paruh baya berusia sekitar 50an yang merupakan kakak tertua dari ayahku. Dengan tergopoh-gopoh akupun segera menuju sumber suara itu tidak boleh telat sedetik pun atau aku harus mendapat omelan yang teruntai panjang tanpa henti bak kereta api barang antar propinsi. Sesampainya di tempat suara tersebut bersumber kudapati uwakku yang tampak marah, “Bejo sini,...lu dah nyapuin ruangan ini belum?” tanya uwakku sambil menunjuk-nunjuk ke arahku dan ke salah satu bagian dari ruangan tersebut. “udah wak..?” jawabku singkat. Kemudian ia menjewerku dan menunjuk ke lantai yang berdebu dan bertanya, “ lihat, udah bersih belum?” aku menjawab “iya tadi kelewat.. maaf”, dengan nada mengancam ia berkata “Bersihin awas lu kalo gak”, akupun segera membersihkan ruangan tersebut. Ya, itulah tugasku sehari-hari membersihakn sebuah rumah seluas 200meter dengan dua lantai dan 5 kamar, membersihkan halaman depan, mencuci piring, menguras kamar mandi, dan tugas-tugas lainnya yang harus selesai sebelum pukul 12 siang karena itulah waktu untukku bersiap-siap pergi ke sekolah. Aku bersekolah di sebuah SMP Islam di bilangan Cipete Utara dan kegiatan belajar mengajar di sekolah hanya dilakukan di siang hari karena paginya digunkan untuk SD dan TK dari Yayasan yang sama. Di sekolah itulah setiap harinya, kecuali hari Minggu, aku belajar dari jam 1 siang hingga jam 5.30 sore. Meskipun bukan sekolah yang aku harapkan tetapi aku yakin dari sekolah itulah aku bisa menjadi orang besar.
Bejo bukanlah namaku sebenarnya, namaku adalah Ahmad Suparman. Entah kapan aku dinobatkan untuk memakai nama tersebut tapi yang pasti kedua uwakku beserta kelima anak perempuannya dengan kompak memanggilku “Bejo”. Aku berasal dari Bogor meskipun secara de jure aku lahir di Jakarta namun secara de facto aku dibesarkan di Kota Hujan tersebut. Aku hijrah ke Jakarta lantaran ibuku tidak mampu membiayai sekolahku yang seharusnya lanjut ke tingkat SMP. Beruntung uwakku membawaku kesini ke ibukota ini dan menyekolahkanku di SMP Islam Al-Amjad. Dirumah uwakku akulah satu-satunya anak laki-laki yang tinggal bersama mereka dan sejauh yang kutahu mereka menginginkan anak laki-laki. Meskipun demikian aku tetap saja harus mengerjakan pekerjaan rumah yang cukup banyak.
Hari demi hari ku jalani di rumah yang lama-kelamaan terasa seperti neraka itu. Selain bersekolah, mengaji, dan menjalankan tugas uwakku, semisal pergi ke pasar untuk membeli sayur-sayuran serta yang lainnya, maka aku tidak dapat keluar rumah meskipun untuk bermain dengan teman sebayaku. Di sekolah dan di pengajian aku termasuk anak yang diperhitungkan. Aku selalu mandapatkan rangking 1 atau 2 di sekolahku dan dipengajian aku selalu dipercaya untuk menjadi qari bila ada peringatan hari besar islam. Sehingga di SMP dari kelas 1 hingga kelas 3 aku selalu berada di kelas A yaitu kelas yang cukup bergengsi di SMP tersebut karena terdiri dari siswa dan siswi yang berprestasi. Meskipun pada saat kelas 3 aku sempat masuk black list disebabkan aku ikut serta dalam tawuran kecil-kecilan dengan SMP tetangga dan terlibat dalam aksi kegaduhan pada jam belajar mengajar tapi aku tak pernah kapok. Mungkin tawuran dan kelakuan nakalku adalah pelampiasan kekesalanku terhadap pengekangan yang dilakukan uwakku.
Berbeda 180 derajat ketika berada di rumah uwakku, aku adalah anak yang penurut, pendiam, dan rajin sehingga mau tidak mau harus belajar. Bagiku saat itu adalah sebuah pengekangan namun terasa sekali efek positifnya di kemudian hari. Kedua uwakku memang orang yang rajin, telaten, pekerja keras tapi janganlah ditanya bagaimana ekspresinya ketika marah. Pengajian adalah tempat favoritku, disanalah aku mendapatkan petuah-petuah yang langsung berdasarkan kejadian nyata dan penjelasanya yang mudah dicerna tidak sama dengan pengajian kitab kuning Jurumiah, Sapinah, atau Tijan di pesantren salafiyah dekat rumahku di Bogor yang bagiku hanya teori-teori yang hampir mirip dengan doktrin hambar tanpa rasa. Taman Pengajian Al-Qur’an Al-Amanah, itulah nama pengajian tersebut. Selain belajar Tajwid dan Makhraj akupun belajar membaca rawi atau barzanji atau riwayat nabi yang biasanya di baca pada saat perayaan Maluid Nabi dan Isra’ Mi’raj.
Setelah 3 tahun di SMP Islam Al-Amjad akupun lulus dengan nilai yang memuaskan. Aku mendapatkan nilai tertinggi di SMPku dan itu artinya aku bisa melanjutkan ke SMU negeri favoritku. Saat itu aku sudah jatuh hati pada SMU negeri yang terletak tidak jauh dari rumah uwakku dan nilaiku mencukupi untuk masuk ke sekolah itu. Namun aku lupa satu hal yaitu pelajar sekolah tersebut hampir sering tawuran di daerah sekitar komplek tempat tinggal uwakku dan tentunya mereka tidak setuju bila aku masuk ke sekolah itu.....
(Cikarang, May 31, 2009)














YOURSELF
YOU YOURSELF will consider how strong it is
YOU YOURSELF can underline the contents
YOU YOURSELF are to put a faith in it
YOU YOURSELF should open the ways
YOU YOURSELF need to punish one
YOU YOURSELF must organize this life
YOU YOURSELF may start or stop anything
YOU YOURSELF might determine the values
YOU YOURSELF shall take or lay anything
YOU YOURSELF is YOURSELF
(Cikarang, May 31, 2009)

2 komentar:

  1. HALO MR HENDY..GW AGAK BINGUNG APA YG MESTI GUA KOMENTARIN DARI TULISAN YOU, COBALAH BUAT BEBERAPA ARTIKEL YANG MERANGSANG ORANG UNTUK BERKOMENTAR...OK..(saran)

    DER IS Eu LOT OP MAI KOMEN IN secretsocieties.wordpress.com

    BalasHapus

Silahkan Kasih Masukan