Minggu, 06 September 2009

mondayy

Berikan sisa waktumu untuk dapat kita kenang. Dalam paruh napas kita bersama. Merajut mimpi berdua. Merangkai bunga kehidupa berdua di bawah lindungan cinta yang abadi. Tiada kerikil yang mampu menyakiti langkah kita. Tiada debu yang mampu menyakiti mata hati kita. Hingga sampai datang badai yang sering kali hadir namun kali ini lebih besar dan mengganggu kedamaian hati kita. Segera musnah harapan mimpi sedari awal. Dengan sebuah badai yang hanya beberapa saat mengaburkan ribuan rintangan yang teratasi dulu. Hanya dengan sebuah badai terlupakanlah janji hati. Hanya dengan sebuah badai tercorenglah janji suci. Hanya dengan badai terpisahlah dua kasih abadi. Hanya dengan badai yang seharusnya dapat dilawan dengan keteguhan hati. Kini keteguhan hati telah mati tiada arti.
(Cikarang, August 15, 2009)
Adalah kepentingan
Hancur lebur, terkoyak moyak sendi-sendi persaudaraan dalam kebersamaan. Peluru dan misil dimuntahkan dari orang-orang tidak paham menuju ke orang-orang awam. Hidup kini telah menjadi mimpi buruk hanya atas nama kepentingan. Kepentingan buta melumpuhkan tonggak persatuan sesama. Pemberontakan, pemboman, pembunuhan terjadi atas nama kepentingan. Bukan kepentingan agama. Bukanlah kepentingan bersama. Akan tetapi kepentingan perut dan kekuasaan semata. Mereka yang diatas tidak akan pernah peduli seberapa perih penderitaan mereka yang teraniaya. Materi dan kekuasaan jadi titik tolak kesengsaraan. Adalah kaum hedonis yang metropolis tidak sadar atas kehancuran yang terjadi karena ulah mereka sendiri. Maka hiduplah atas nama kejujuran hati, kedamaian jiwa, ketenangan akal, dan keagungan Tuhan.
(cikarang, August 15, 2009)
Dalam kebodohan yang membutakan mata.
Ketika kekuatan tidak berarti apa-apa
Saat tak satu kekuatan apapun yang sanggup menahan amarah diraja. Manakala mulut kehilangan makna dan ternganga. Ketika rasio manusia tak sanggup berbicara. Hanya hening dalam mimpi berkata Diraja dalam amarah kuasa. Saat manusia terjebak dalam analisanya. Tiada tuntunan menyertai jiwa terpaku bencana. Hanya dingin dalam menusuk berujar Diraja berpaling tinggalkan hamba…
(Cikarang, August 26, 2009)






Malaysia saudaraku? Malaysia musuhku?
Malaysia negara dua petak
Malaysia negara plagiat
Malaysia negara tak beretika
Malaysia negara tak berbudaya
Malaysia negara biang teroris
Malaysia negara provokator
Malaysia negara tak berpendirian
Malaysia negara tak tahu terima kasih
Malaysia negara tidak berkeprikemanusiaan
Malaysia negara serakah
Malaysia negara arogan
Malaysia 20.000.000 Indonesia punya 200.000.000
Malaysia punya dua petak Indonesia berpetak-petak
Malaysia saudaraku? Malaysia musuhku?
(Cikarang, August 28, 2009)
Penting
Saat agama dipertaruhkan demi sebuah kepentingan. Dalil-dalil diputarbalikkan hanya demi kepentingan. Sebuah Persaudaraan di acak-acak demi sebuah kepentingan. Kebudayaan di koyak-koyak demi sebuah kepentingan. Persatuan di obok-obok demi sebuah kepentingan. Nasionalisme di aduk-aduk atas nama kepentingan. Keteguhan hati diperlemah oleh sebuah kepentingan. Kemerdekaan di susutkan oleh kepentingan. Wahai kepentingan apa yang membuatmu begitu sadis menghancurkan sebuah bangsa. Kepentingan yang tercipta oleh keinginan yang tak terkendali.
(Cikarang, August 28, 2009)
Malam itu di bulan Agustus
Malam itu sepasang merpati bersama-sama menjalin mimpi di emperan jalan yang pikuk dengan angkot-angkot, truk-truk besar serta lalu lalang sepeda motor yang kadang serampangan. Berjalan berdampingan menyusuri pinggiran jalan keringat mereka. Berdua merajut kebahagiaan di tengah panasnya Cikarang. Menyulam masa depan dalam ketidaktahuan dan ambiguitas. Malam itu langit terasa sesak dicekoki asap knalpot dan asap pabrik sekitar. Malam itu semakin larut mambuai mereka untuk terlena di sarang kehampaan. Malam itu semakin larut meninggalkan rasa yang pekat dan asa yang kian tersiksa. Malam itu di bulan Agustus.
(Bekasi, August 29, 2009)
Bekasi-Cikarang
Terbentang jalan menyusuri jalur pantura meretas mimpi di antara Bekasi-Cikarang. Laju sepeda motor membangkitkan hasrat pada kenangan warna-warni kala lalu. Antara Bekasi-Cikarang tersimpan gundah lampau menyisakan amarah sendu terpaku. Pilu laksana langit berawan tiada berhujan. Ragu, tatkala angin menyeruak menghempaskan harapan. Tertatih-tatih di tempa kehidupan dalam kelam dan mulut yang terdiam. Antara Bekasi-Cikarang jauh dari buaian bunda yang bermuram. Saat hati terus dirajam serta bertambah geram. Antara Bekasi-Cikarang, tersaput mimpi dihempas sepi.
(Bekasi, September 1, 2009)
4YH
Mungkin kini tiada cerita
Saat hati terluka oleh goresan tinta
Merajut kembali cerita dalam keterharuan jiwa
Langkah terus berharap antara hingar bingar Bekasi-Cikarang
Terlunta-lunta tanpa kisah cerita
Ketika senja merangkak naik di jiwa
Tersayat-sayat tiada luka
Manakala hiruk pikuk kelelawar malam
Berterbangan di belahan hidup Cikarang
Tiada sadar ku berada di tengah-tengah rasa
Tiada anugerah kurasa menegur jiwa
Kala Cikarangku meninggalkan harapan
Ketika Cikarangku hempaskan dogma
Saat Cikarangku menodai keteguhan jiwa
(Bekasi, Sept. 3, 2009)

Di seberang jalan yang mulai sepi di lewati kulihat para muda bercengkerama diwarung kelontong menemani malam yang terus melarut dalam pekat. Kedai pecel lele yang jadi langganan pun kini telah sunyi tanpa pembeli, nampaknya semua pelayan tengah bersiap-siap untuk berselimut. Melangkah diriku menyusuri remang jalan Industri yang mulai di tinggalkan. Resah dalam naungan lampu jalanan. Di jalan beton itulah dulu pernah terjalin cerita di atas roda sepeda motor. Cerita seru yang meneguhkan jiwa dalam meniti takdirNya. Kini cerita itu telah berlalu seiring kerlip bintang yang kian redup dan bulan yang semakin menjauh dari belahan sisi tergelap Cikarang. Namun malam mengharuskan diri untuk berjalan meniti tepian jalan berdebu. Dalam Lelah jiwa untuk meratap nafas yang tersengal ditempa harapan yang sirna tertelan waktu. Langit malam terus berpragmatis meski realitas tak terpungkiri. Bertebar awan hitam mengancam dengan hujannya, angin berhembus kencang menyapu diri dari lamunan sendu. Kupercepat langkah ke arah kost milik Pak Haji Ali. Langkah kaki masuk bersama dengan turun hujan seakan langit ingin mencurahkan bebannya selama ini.
(Cikarang, 00.48 am, Sept. 6, 2009)
Teruntuk rindu yang terus berpindah dari satu rindu ke rindu yang lain
Teruntuk kisah yang selalu hinggap dari satu kisah ke kisah yang lain
Teruntuk kasih yang tiada pernah tentu di pelbagai kasih
Teruntuk cinta yang senantiasa bersenandung dari satu cerita ke cerita yang lain
Teruntuk hati yang lelah menebar asa dalam fana dunia
Teruntuk sepi yang siap hadir di celah ruang nafas
Teruntuk hari yang membawa hidup dalam halaman baru
Teruntuk dewi yang mungkin akan menemani
Menghantarkan diri antara satu mimpi ke mimpi yang baru….
(Cikarang, 10.50 pm, Sept. 6, 2009)

Rabu, 12 Agustus 2009

another things

IS is IS…….
Realistis dalam kehidupan yang serba apatis. Memahami mimpi yang tertutupi pragmatis. Maju terus antara langkah dan dogmatis. Kehidupan terkadang jauh dari teoritis yang rasialis. Demi waktu yang penuh dengan reformis. Saat manusia menjadi paganis mengebiri jati diri dalam dilematis. Metropolis? Urbanis? Menganalisa lika-liku dunia tanpa bukti empiris. Lifestyle lebai yang penuh dengan over konsumis. Atletis dalam mimik ornamentalis. Tiada kandungan isi morphemis. Ayunan tangan dan langkah pacu di dalam lingkaran ironis. Dengusan lagu mendayu yang pesimis. Melankolis membuat hati teriris. Dalam nada dan irama puitis yang tidak realistis dan tiada optimis. Kilau puitis di lingkup mahluk-mahluk oportunis. Mahluk khayalis berkreasi tanpa niat abadi yang statis.
(Cikarang, August 5, 2009)
Biar ku lukis warna dunia dengan api pena yang tajam. Mata pena kerap menggaris jalur kehidupan penuh sukaduka. Kan ku taklukkan pagi, ku kalahkan siang hari, ku libas sore hari, ku patahkan malam hari. Terus maju menantang pedih di depan mata. Menari bersama riuh rendah ketamakan dunia. Hempaskan omong kosong, remeh temeh, isak tangis, keluh kesah dari tendensi jiwa. Bernyanyi bersama ketidak stabilan nyawa. Pecahkan teka-teki perilaku waktu yang mengejek dengan kekeh lalu. Hahaha, kan ku lumpuhkan angkuhnya cobaan menghadang.
9Cikarang, 00.22am, August 7 2009)

Siapa peduli manakala sembilu menyayat. Untuk apa peduli untuk yang terkoyak. Mengapa peduli bagi yang tersingkir. Perlu apa peduli saat mati. Apa guna peduli yang terhempas. Karena apa peduli setiap terdampar.
(Cikarang, August 7, 2009)
Si burung merak telah mangkat. Ia mangkat meninggalkan jejak penuh dengan isyarat . ia tinggalkan podiumnya yang kerap menemani kala susah dan gelisah, kala senang dan bahagia. Ia wasiatkan indah bulunya untuk menghiasi rangkaian mutiara bangsa. Bangsa ini merunduk seiring awan kelabu mengiringi kepakannya. Tiada kata yang sanggup menafsirkan kepergiannya. Hanya mampu berkata “Sang Burung Merak kini telah terbang mengumandang”. Bukanlah ke angkasa ia terbang, bukan ke cakrawala ia mengumandang. Ia terbang mengumandang dengan bebas seperti sedia kala. Ia mengepak menuju peraduan akhir.” Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala. Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata”.
“kesadaran adalah nurani, kesabaran adalah mata hati, keberanian menjadi sahabat sejati. Dan perjuangan adalah langkah perwujudan mimpi-mimpi”.
(Cikarang, August 9, 2009)

Pagi itu di Jakarta terasa padat. Kuda-kuda bermesin berlomba-lomba merebut satu dua inci jalan dihadapan mereka berrebut tak mau kalah. Dengusan nafas mesin berbahan bakar seolah bernyanyi mengikuti irama sinar matahari yang semakin merangkak tinggi dengan cahayanya yang menyengatkan. Gemulai asap knalpot yang hitam legam ikut menyemarakkan keresahan para pengais kesempatan membuka harinya. Siul klakson bersahut-sahutan memekakkan telinga datar tanpa nada. Pagi itu Gatot Subroto terasa seperti biasa padat, pikuk, meratap, dan merayap. Saat itu pukul tujuh lebih, di antara raungan mesin kendaraan, liukan asap knalpot hitam, dan siulan klakson tanpa jemu, mereka menangis histeris di sisi lain kota Jakarta. Mereka berdarah, tercabik berterbangan, entah tangan entah kepala. Mereka terpaksa menutup mata dalam ketidaktahuan mereka. Hidup Mereka di rampas tanpa mengerti apa maksudnya. Mereka terkapar dalam kebingungan. Mereka meregang nyawa di tengah hiruk pikuk Jakarta.
(Cikarang, August 11, 2009)
Entah apa yang ingin ku ungkapkan. Hanyalah kebingungan akan apa yang ku suguhkan kali ini. Bingung tanpa tema. Keruh tiada makna. Andai aku tidak bingung kenapa aku bingung. Aku pun tidak tahu mengapa aku tidak tahu. Aneh, memang aneh kalau sedang aneh. Heran, mengapa semua ini begitu mengherankan.
(Cikarang, 00.18am, august 12, 2009)
Ketika bumi menolak kehadirannya
Malang nian nasibnya terbujur tanpa nyawa. Tiada istri dan buah hati menghantarkannya tidur di liang lahat. Bahkan kampung halaman menolak jasadnya. Entah apa yang dilakukan oleh ruhnya. Menangiskah? Tertawakah? Tersenyumkah? Bilakah ia menangis jika ia tewas atas nama agama? Mungkinkah ia tertawa apabila tewasnya menewaskan pula orang lain? Dapatkah ia tersenyum jikalau keluarganya menanggung malu dan derita atas kepergiannya? Wallahu alam. Uh.. manusia… apa yang dicarinya… hingga keyakinan pun dikorbankan hanya demi sebuah kepentingan. Keyakinan dipertaruhkan demi sebuah kepentingan yang bahkan mereka sendiri tidak tahu untuk apa kepentingan tersebut. Ah… manusia… sungguhpun keyakinan dibuat untuk kesejahteraan, kedamaian, ketentraman, dan bukan untuk kepentingan yang menghancurkan. Itulah manusia bila sudah terbuai dunia. Tuhan pun di jadikan permainan.
(Cikarang, 01.14 am, August 13, 2009)

Selasa, 04 Agustus 2009

waspada....

Waspadalah…
Tidak terasa dalam beberapa hari Indonesia akan genap berusia 64 tahun. Hari Proklamasi yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945 akan selalu menjadi momen yang paling bersejarah bagi bangsa ini. Setelah 350 tahun dijajah oleh bangsa asing dan 3.5 tahun dijajah oleh saudara satu benua akhirnya bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaannya. Merdeka adalah hal mutlak bagi setiap bangsa bahkan setiap individu, meskipun harus dibayar dengan tetesan darah. Jutaan putra dan putri bangsa gugur demi membela dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka rela meregang nyawa demi mempertahankan setiap jengkal wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang ke Merauke. Kemudian kemerdekaan Indonesia pun di ikuti pula oleh negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Diusianya yang ke 64 bangsa ini telah mengalami segala macam problematika dan polemik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dua rejim pemerintahan yang sempat menumpulkan perkembangan bangsa ini telah menyisakan warisan negatif dan warisan positif. Warisan negatif inilah yang menjadi pekerjaan rumah yang amat rumit untuk dipecahkan. Indonesia adalah bangsa yang besar, kaya akan budaya, bahasa, flora dan fauna, serta yang terpenting adalah sumber daya alamnya. Karena itulah dari semenjak dahulu kala Indonesia menjadi rebutan bangsa-bangsa asing hanya untuk menguasai dan mengeruk kekayaan alam Indonesia. Bahkan hingga kinipun bangsa ini secara abstrak masih diperebutkan.
Salah satu isu yang masih populer hingga saat ini adalah isu akan adanya perbeedaan. Perbedaan merupakan hal yang biasa terjadi dan juga merupakan anugerah dari yang Maha Kuasa. Perbedaan bukanlah hal-hal yang harus dipermasalahkan sehingga bila ada yang mengatakan bahwa perbedaan merupakan faktor penghambat dari kemajuan sebuah bangsa itu merupakan sebuah persepsi yang tidak beralasan. Perumpamaan saja, setiap agama apapun melarang perkawinan sedarah atau incest. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi perkawinan antar gen sejenis yang justru akan merugikan generasi keturunannya. Intinya adalah di perlukannya perbedaan untuk mengisi kekurangan sehingga menghasilkan satu kesatuan yang bermutu. Sebetulnya permasalahan yang muncul dari perbedaan dapat diselesaikan apabila pihak-pihak yang bertikai lebih memikirkan dan memokuskan pada kemajuan bangsa bukanlah pada kepentingan individu atau golongan.
Waspadalah, itulah sebuah kata yang harusnya kita resapi sehingga melahirkan kewaspadaan kita akan hadirnya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Indonesia adalah negara yang besar berpulau-pulau disertai sumber daya yang belum terjamah itulah faktor utama hadirnya pihak-pihak oportunis yang memanfaatkan ketidak stabilan di negeri ini. Bom JW Marriot-Ritz Carlton dan kasus penembakan di freeport hanyalah sebagian kecil dari kekacauan yang mendapat dukungan dari “luar” . kemudian di ikuti pula oleh kasus sanksi terhadap tim Mutiara Hitam ‘PERSIPURA’ yang mendapat sanksi disiplin dari Komdis PSSI. Tidak main-main, tim ini mendapat hukuman tidak diperbolehkan bermain dalam Copa Indonesia selama 3 musim pertandingan akibat melakukan Walk Out pada laga final Copa Indonesia beberapa waktu lalu. Sanksi tersebut menimbulkan kemelut di persepakbolaan Indonesai yang sedang beranjak bangun dari tidurnya panjang. Ribuan suporter Mutiara Hitam berdemo di depan gedung DPRD Papua. Sekali lagi diperlukanya kewaspadaan, mengingat wilayah propinsi Papua Barat yang senantiasa bergejolak, demi menghindari campur tangan pihak yang tidlak bertanggung jawab. Untuk itu mari kita tingkatkan semangat kebersamaan dan nasionalitas guna mewujudkan negara yang maju dan mandiri.
(Cikarang, 00.14am, August 5, 2009)

orisinil...

Orisinatlitas yang sempat tertunda
Orisinalitas yang terpendam selama puluhan tahun telah menyeruak. Semangat pantang menyerah adalah tauladan abadi. Tauladan yang takkan pernah lekang oleh waktu. Usia bukanlah dinding penghalang untuk berkreasi dan bermimpi. Melanjutkan mimpi yang tertunda bertahun-tahun tatkala aral rintangan dan rasa takut menjadi musuh yang sempurna. Tantangan dunia akhirnya musnah oleh kesederhanaan diri yang tidak tertutupi basa-basi dunia. Orisinalitas tidak akan pernah basi dan takkan lekang oleh waktu. Kejujuran dalam berekspresi kemudian meruntuhkan kesombongan manusia dalam topeng kepalsuannya. Kelugasan dalam berbicara pula yang akan merubah masa depan dunia. Meskipun fisik berubah menjadi kaku, mulutpun mulai membisu, dan nafas berhenti menderu ketika sang malaikat tiba menjamu. Namun kejujuran, kelugasan, kesederhanaan, ketidakputus asaan, keyakinan, ketekunan, kepercayaan diri, keterbukaan, dan kemampuan mengekspresikan diri adalah pelajaran berharga bagi setiap generasi negeri ini.
(R.I.P Alm. Urip A Rianto)

Jumat, 31 Juli 2009

Excusez moi....

Sore itu di Cikarang
Hembusan angin senja mengirimkan kabar bahwa matahari telah siap untuk berlalu meninggalkan cerita yang cenderung kelabu di hari cerah bertabur debu. Di ufuk barat nampak sang matahari kelelahan bersinar walau di siang hari amat bercahaya mengundang dahaga namun di sore itu hanya memancarkan merah jingganya. Burung dara milik Pak Haji mulai berdatangan dari langit setelah seharian menabur kisah di belantara Cikarang yang penuh dengan peluh para buruh pabrik. Induk ayam memanggil anak-anaknya untuk bersiap-siap ke peraduan. Sore itu kian hening manakala satu persatu besi beroda menderu-deru dan berlomba-lomba mencapai anjungan yang menyediakan kedamaian. Pak Haji pemilik apartemen dengan napas yang sedikit tersengal tergesa melajukan kedua kakinya menuju istana para Syuhada. Kerena tiada lama berselang, kudengar lengkingan ajakan untuk melaporkan sore itu kepada yang Maha Besar. Sore itu begitu syahdu diantara merah sendu, semilir angin pilu, dan hati yang kian merindu.
(Cikarang, 6pm, July 28, 2009)
Meski malam telah pekat namun belum juga ada mimpi yang sudi singgah dalam tidur kali ini. Kucoba hamparkan pandangan dengan khidmat ke arah Rabb ku. Kucoba gumamkan semua perkataanNya. Kusimpuhkan hatiku menanti embun kedamaian dariNya. Ku tunggu ya Rabb…. belaianMu.. buaianMu… dekapanMu… saat ruh ku melayang dari jasadku… … dan bangunkanlah aku tatkala sang fajar datang menghampiri….
(cikarang, 00.52am, July 24, 2009)

Aku adalah burung pipit yang terbang entah kemari. Menyaksikan dunia dalam sebuah kantung kecil. Aku adalah Elang yang bermata tajam. Menganalisa dunia dari balik tirainya yang menyelubungi. Aku adalah merpati yang tahu langkah ke peraduan. Mengembara jauh kesana tiada perlu cerita Hans-Gretel. Aku laksana burung hantu yang melayang di malam hari. Menyibak rahasia hati di hari yang gelap dan sunyi. Aku laksana belibis yang bermigrasi dalam kebersamaan. Mencari opportunitas dari kelamnya masa yang tereduksi. Aku laksana rajawali yang tegar dan berwibawa. Membawa pedih dan perih dunia untuk melesat, menukik, dan mencengkeram sebuah mimpi dari samudera luas.
(Cikarang, 11.41pm, July 28, 2009)




Malam yang selalu diam membisu mengisyaratkan dinginnya untuk menggodaku agar berada ditempatku menabur bunga mimpi. Ah.. Alangkah indahnya bila kuajak para malaikat bersenda gurau denganku dan berbagi cerita bersamaNya. Melantunkan syairNya bersama mereka. Dalam Mushaf syair yang penuh dengan hikmah. Aku yakin bahwa para malaikat pun kerapkali bersenda gurau berbagi cerita. Berbagi kisah tentang indahnya firdaus. Tiada resah, tiada gelisah. Tiada kecewa, tiada asa. Mungkin juga mereka saling berkisah mengenai Mu. Yang Maha Bijaksana, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Aku tahu, mereka pun senang berkelakar mengenaiku yang maha dungu, maha pengecut, maha lemah dihadapanMu. Wahai Tuhan, telah ku arungi lautan, ku jelajahi daratan, ku sibak mentari pagi, ku terjang terik siang hari, ku pandu petang termangu, dan ku singkap rembulan malam nan merdu. Namun Engkaulah yang dapat menentukan nilai perjalanan itu.Engkaulah yang dapat menilai tetesan peluh, titik airmata, dan percikan darah untuk masa depan yang bersahaja.
(Cikarang, 00.44am, July 30, 2009)

Jikalau rasa dapat menipu, kuharap diriku buta akan rasa itu. Melayang terhipnotis oleh rasa yang mendayu. Tiada rasionalisasi atas kekuatan yang membuat diri terpaku. Lama terlena dalam basuhan perasaan diri yang semu. Tertipu dan terkesima oleh hampa dunia yang berjibaku. Hati menjadi budak sahaya akan kerdilnya otentisitas manik-manik keindahaan sesaat. Tiada yang kekal. Yang ada hanya kepalsuan belaka dibalut oleh dogma menyesatkan. Namun diriku tak kuasa,aku biarkan diri bergelimang nista. Ku letakkan nurani di dalam comberan yang menyesakkan, hitam legam, dan sempit. Katakan wahai Rabb, dimana cahayaMu saat gelap gulita menerpa tanpa pelita? Ya… Aku bersalah ya Rabb, telah lama kutinggalkan perkarangan firdaus yang selalu membuka gerbangnya untukku. Terlalu lama ku abaikan catatanMu karena analisaku yang picik.
(Cikarang, 00.10am, August 1, 2009)

Translation II

Translation II
In translation procedures, they may involve essentially adding structural or lexical elements to those present in the SL or substracting from them; eliminating elements that are obligatory in the SL but unnecessary in the TL or with no counterpart there, and where disparity between the two media goes beyond language patterns, adapting the content of the message so that the TL text will come as close as possible to the intent of the SL text and create a similar impact. …
a.Saya ….. …. guru
I am a teacher (adding)
b.Saya kembali ke rumah
I returned …. Home (substracting)
c.Paul is a bookworm
Paul … … kutubuku (substracting +adapting)
d.….. perlu diketahui bahwa ….
It is necessary to know that …… (adding+adaptimg)
Translation in a very broad sense of the term can be listed in terms of different levels of complexity (Pinchuck, 1977:88). The procedures can be in the form of:
1.Transcription
This means rendering the sounds of an SL into a TL form, e.g.
Indonesian English
Achmad - Ahmed
Betawi - Batavia
Orang hutan - Orangutan
2.Transliteration
This is the process of rendering the letters of one alphabet into the letters of another with a different alphabetical sistem. For example, from the Russian Cyrillic alphabets into the latin ones or from Arabic into Chinese. No transliteration takes place between Indonesian and English since both use the Latin alphabets.


3.Borrowing
Many types of borrowing are made from one language to another. A procedure often used when the TL has no equivalent for the SL units is to adopt them without change but sometimes with spelling or pronunciation adjustments. Look at the examples below:
Indonesian English
Sampan - sampan
Kampung - kampung
Durian - durian
Sandal - sandal
Kapuk - kapok


English Indonesian
Memo - memo
Atom - atom
NATO - NATO
Astronaut - astronot
Taxi - taxi

4.Literal
This is one-to-one structural and conceptual correspondence. It can include borrowings and word-to-word translation. This presupposes a kind of interlingual synonymy. Look at the examples below:
Indonesian English
a). 5 buku - 5 books
Mary telah datang - Mary has come
John sedang menyanyi - John is singing
b). opelet - jitney
kepinding - bedbug
limas - pyramid
garuk - scratch
keok - defeated
pari - nymph
5. Transposition
This is one of the most common procedure used in translation. It involves replacing a grammatical structure in the SL with one of a different type in the TL in order to achieve the same effect .
a.Perlu diketahui bahwa menulis modul itu memakan waktu (passive/Indo.)
You should know that module writing takes time. (active/English)
b.I would have come if Ihad known. (Eng.)
Saya tentu datang bila saya tahu. (Sayang sekali saya tidak tahu maka saya tidak datang)

6.Modulation
Modulation and transposition are the two main processes in translation. Modulation entails a change in lexical elements, a shift in the point of view. Transposition and modulation may take place at the same time.
Examples:
a.Time is money (SL)
Waktu itu sangat berharga (TL)
b.When I told him I won a prize at a lottery he called me a lucky dog (SL)
Sewaktu kukatakan kepadanya bahwa aku menang lotere dia menyebutku orang yang beruntung. (TL)
c.I have told him many times not to interfere other people’s business – but being pig-headed he still does. (SL)
Telah kukatakan kepadanya berulang kali untuk tidak mencampuri urusan orang lain – namun karena keras kepala dia masih saja mencampuri urusan oranglain. (TL)

7.Adaptation
This procedure is used when the others do not suffice. It includes modifying the concept, or using a situation analogous to the SL situation though not identicalto it. An adaptation may at the same time entail modulation and adaptation. It goes beyond languages. You can read Dicken’s The Graet Expectation in its adapted form more easily and understandingly.
In translating from one language into another language transposition and modulation are obviously the most important that should be taken into account by the translator. Normally he should always study the text as a whole before he begins to translate it. After obtaining a picture of the whole he can break it up into its parts. The analysis will move in the opposite direction from the fragments to the whole, from the simpler to the more complex. The smallest unit of equivalence should be determined first. The levels of equivalence is ascending order as follows:
1.Substitution of printed letter for printed letter. For examples from Arabic into Roman, from Japanese into Roman, or from Chinese into Roman.
2.Substitution of morpheme for morpheme. Examples:
Kerja - work
Pekerja - worker
Bekerja - work/works/worked
3.Substitution of word for word. Examples:
Careful - hati-hati
Open - terbuka
University - universitas
4.Substitution of phrase for phrase. Examples:
A careful worker - seorang pekerja yang hati-hati
Open university - universitas terbuka
5.Substitution of sentence for senbtence. Examples:
a.Lala is a careful worker in LG Company
lala seorang pekerja yang hati-hati di perusahaan LG
b.She always works carefully
Dia selalu bekerja dengan hati-hati
6.Substitution of Paragraph for paragraph
7.Substitution of discourse for discourse.

(Cikarang, august 1, 2009)

Senin, 27 Juli 2009

kian hari.....

Kian hari kian terombang-ambing oleh sang waktu yang selalu menipu diri dengan warna-warninya. Hidup dengan warnanya yang terkadang menyilaukan mata. Namun tiada kata berhenti. Tiada kata hentikan langkah yang kadung terangkat menuju ujung pandangan. Biar terik panas surya membakar namun kutetap menderap langkah tanpa lelah. Biar dingin hujan menusuk tapi kutetap khusuk pada impian yang nampak dipelupuk. Biar ia tinggalkan relung hati yang mati suri tetapi kutetap memberi hingga hilang pedih peri. Biar ayahanda menutup mata dalam tidur yang damai namun kutetap meraba ruas demi ruas kehidupan.